القاضي عبد الجبار المعتزلي وآراءه في القياس | Adly | MIQOT: Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman

القاضي عبد الجبار المعتزلي وآراءه في القياس

Muhammad Amar Adly

Abstract


Abstrak: Pemikiran al-Qâdhî  ‘Abd  al-Jabbâr Tentang Qiyâs. Al-Qâdhî  ‘Abd  al-Jabbâr selama ini lebih terkenal sebagai pemikir ulama Mu`tazilah yang sangat mengagungkan supremasi akal, namun ia memiliki pemikiran di bidang ushul fiqh seperti tertuang dalam karyanya Al Mughnî fî Abwâb al-Tawhîd wa al-‘Adl. Dalam salah satu pembahasannya ia berbicara tentang kehujjahan qiyas sebagai dalil syara`. Tulisan ini berusaha mengelaborasi pandangan al-Qâdhî  tentang kehujjahan qiyas sebagai dalil hukum. Penulis menemukan bahwa `illat dengan sendirinya memiliki konsekuensi  hukum sekalipun tanpa adanya aturan syara’. Pendapat ini berbeda dengan pandangan mayoritas ulama Sunni yang menyatakan bahwa illat tidak memberi implikasi hukum, kecuali ada dalil syara` yang menjelaskannya.  Sebagai contoh, memabukkan dalam minuman keras sebelum ada syariat pengharaman bukanlah `illat pengharaman khamr dan `illat dijatuhkannya hukum hadd kepada peminumnya. Pemikiran al-Qâdhî ini tampaknya diwarnai oleh ajaran Mu`tazilah yang menjadikan akal sebagai penentu baik dan buruk serta alat bagi kewajiban menjalankan yang kebaikan dan meninggalkan keburukan.  
 
Abstract: Al-Qâdhî ‘Abd  al-Jabbâr’s Thought on Qiyâs. Although widely known as a Mu‘tazilite ‘ulamâ who support the supremacy of intellect, al-Qâdhî also well verse in the realm of Islamic legal theory as reflected in his Al Mughnî fî Abwâb al-Tawhîd wa al-‘Adl. In one of his excerpt, he discusses the position of analogy as a base for argument in Islamic law which becomes the focus of this essay. The author maintains that according to al-Qâdhî `illat or cause by itself has a legal effect even though prior to the existence of God’s rules provided for a certain case. Such view is in contrast with those of Sunni majority who argue that Divine revelation is required for ‘illat to be legally effective. For example, intoxication in alcoholic drink prior to its divine prohibition is not a cause for its banning nor is it a motive for punishment of the drunken person. Such al-Qâdhî’s thought seems to be influenced by his affiliation with Mu‘tazilite creed in which intellect is highly admired for it can determine the good from bad thing, and it also function as a means of performing obligation and avoiding the bad things as well. 

Kata Kunci: Hukum Islam, qiyâs, al-Qâdhî  ‘Abd  al-Jabbâr, ushûl al-fiqh

Full Text:

PDF


DOI: http://dx.doi.org/10.30821/miqot.v38i2.67

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


I n d e x i n g :

              

 

 

MIQOT: Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman (P-ISSN: 0852-0720; E-ISSN: 2502-3616) by http://jurnalmiqotojs.uinsu.ac.id/index.php/jurnalmiqot/index is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.

Copyright �2023 Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan. Powered by Public Knowledge Project OJS.

 View My Stats